Ini ntah malam yang keberapa aku selalu memandanginya dari balik gorden biru kamarku, hidupku seperti tersihir hanya tuk melihat dan memandangnya walau hanya sedetik. Hampa rasanya kalau belum melihat dia, sesosok yang baru dua minggu ini kulihat dan melihatnya menjadi rutinitasku setelah atau ingin tidur. Dia adalah tetangga baruku yang hampir sempurna baik fisik maupun materi meskipun aku nggak tau gimana keperibadiannya karena aku bukanlah orang yang pandai membaca isi hati orang. Tapi sejauh pengamatanku dia orang yang ramah dan penuh dengan senyum, hmmmmm… makanya aku selalu memandanginya dan dibenakku selalu berkata “kapan ya aku bisa kenalan dengannya??” sebuah impian yang ntah kapan tercapainya. Tapi kalau Tuhan mengabulkan doaku, aku akan loncat-loncat sambil teriak-teriak, he..he..(nggak apa-apa meskipun ntar ada yang nyangka aku orang gila ^^).
“Niez, kamu belum tidur?” tiba-tiba abangku masuk ke kamar
“eh, belum bang” aku buru-buru menutup gorden
“kamu sedang apa, Kok jam segini belum tidur? Trus tadi abis ngelihatin apa keluar jendela?”
“belum ngantuk bang, hmmmm…nggak liatin apa-apa kok bang, emangnya ada apa?”
“oh, kirain habis ngeliatin tetangga baru itu, abang mau pinjam kamus kamu, ada?”
“ada nih bang.”
“ya udah, dah malam nih tidur gih besok kan harus kuliah.”
“sip bang, habis ini juga mau tidur.” Setelah memberikan kamus abangku pun keluar kamar ‘hampir aja ketahuan’ batinku.
Oh iya, aku lupa memberitahu siapa aku sebenarnya. Namaku Arniez, aku anak kedua dari dua bersaudara, yang tadi itu abangku namanya Rizal, kami hanya tinggal berdua, ortu kami telah meninggal dunia empat tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat. Kini aku duduk di bangku kuliahan tepatnya semester enam, sedangkan abangku adalah seorang guru bahasa Inggris di sebuah sekolah swasta milik orang Cina. Abangkulah yang menjadi pengganti kedua orangtua kami, aku sayang banget sama dia, dia pernah bilang belum akan menikah jika aku belum tamat kuliah. Kasian abangku, dia mau mengesampingkan keinginannya demi aku, adiknya yang paling dia sayangi. Aku berjanji akan selalu mendengar nasehatnya dan tidak akan mengecewakannya. Tapi aku tuh payah dalam hal percintaan, umurku sudah dua puluh satu tahun tapi aku belum pernah punya pacar, payah bangetkan aku tuh. Padahal aku kan nggak jelek-jelek amat, tapi aku percaya sama Tuhan kalau sudah waktunya pasti jodohku akan datang menjemputku. Amin. ^^
**** **** ****
“hoammmm..” aku pun terbangun dari tidurku dan mulai merenggangkan otot-otot sarafku dengan melakukan senam kecil, setelah itu aku menuju ke kamar mandi. Selesai mandi akupun bersiap-siap pakain dan menuju ruang makan untuk sarapan bersama abangku.
“ hari ini pulang jam berapa Niez?” abangku membuka pembicaraan sambil makan.
“biasa bang, jam empat sore.” Jawabku dengan mulut penuh nasi goreng
“sepertinya abang pulangnya agak telat Niez.”
“loh, emang abang mau kemana?”
“abang mau menjenguk teman yang masuk UGD kemarin malam, kamu jangan lupa beresin rumah ya Niez.”
“oke bos.! Abang hati-hati ya bawa motornya” pesanku
“ea dek, ya udah abang berangkat duluan ya, assalamualaikum.”
“wa’alaikumsalam”
Selesai makan akupun berangkat kuliah dengan mio kesayanganku, tapi ntah kenapa pas di depan perumahan aku bisa nabrak orang padahal aku bawanya nggak ngebut. ‘oups’. Dengan tergesa aku membangunkan motorku lalu menghampiri orang yang baru kutabrak.
“kamu nggak papa?” tanyaku perlahan.
“hmmm, yapz it’s ok!” ujarnya sambil membersihkan pasir yang menempel d baju dan celananya.
Perlahan dia meluruskan pandangannya tuk melihatku, seketika itu juga aku terkejut dan terdiam seribu bahasa :-O ……
**(-______-‘)**
“hallo……!” tegurnya mengejutkanku yang sedang terpaku tak percaya dengan yang kulihat dihadapanku.
Tergagap aku menjawabnya. “eh, iya maaf” ucapku.
“Maaf ya, tadi aku nggak sengaja” sambungku merasa bersalah.
“iya, nggak papa kok.” Ujarnya sambil tersenyum. ‘wah….. manis banget senyumannya lebih manis dari tetangga baruku’ aku jadi senyum-senyum sendiri melihat senyumannya, semoga dia nggak nganggapku gila.
“sekali lagi maaf ya, aku bener-bener nggak sengaja padahal bawa motornya udah bener loh” ujarku memberi penjelasan. Lagi-lagi dia hanya tersenyum mendengar ocehanku.
“ya mbak, nggak apa-apa kok, mungkin sayanya juga yang kurang hati-hati tadi. Tapi sekarang saya harus buru-buru pergi, ada urusan yang harus saya kerjakan. Permisi mbak.” Ujarnya sopan sambil berlalu dari hadapanku.
Aku pun bergegas meneruskan perjalanan ke kampus, tepatnya buru-buru karena sepuluh menit lagi jam pelajaran pertama akan dimulai. Agak ngos-ngosan juga setibanya di kelas tercinta. Hummmff. Untung saja dosennya belum masuk, kalo nggak, bakal nggak dikasih masuk deh aku. ‘emang rakyat Indonesia nih selalu aja untung’ gumamku sambil tersenyum.
Tiba-tiba sobatku mengejutkanku dari belakang “woi!!” soraknya melengking abis.
“apaan sih loh?? Budek beneran ntar gue gara-gara suara petir loh!” pelotot ku bercanda.
“he..he… canda aja kali niez, dari mana aja kok tumben baru nyampe?”
“iya nih, tadi abis nabrak orang” jawabku sambil ngeluarin buku dari dalam tas.
“what??? Kok bisa? Terus loh kabur gitu??” tanyanya panjang lebar tanpa titik koma
“helloooooo, biasa aja kali, orang yang ditabrak juga nggak seheboh elo! Nggak lah, gila aja kalo gue main kabur abis nabrak orang”
“terus gimana ?”
“apanya yang gimana?”
“lo bawa ke rumah sakit atau nggak?”
“nggak” jawabku singkat.
“loh, kenapa?”
“dia nya yang nggak mau, katanya nggak apa-apa. Terus dia pergi deh” jawabku
“aneh…” ujar sobatku, tapi sebelum aku bales omongannya dosen kami masuk membawa seseorang. ‘Eh tunggu dulu, itu bukannya cowok yang abis ku tabrak tadi ya? Siapa dia, apa dia mahasiswa baru?’ akupun mulai bertanya-tanya sendiri.
“Siang anak-anak” sapa dosen kami
“siang pak” koor kami
“seperti yang saya katakan kemarin, bahwasannya mulai minggu depan saya ada tugas di luar kota maka hari ini saya mendatangkan asisten yang sementara akan menggantikan saya mengajar mata kuliah ini. Perkenalkan ini Pak Jhonatan. Anggaplah dia seperti saya, meskipun umur beliau tidak terpaut jauh dengan kalian semua.” Ujar Pak Didin dosen Psikolog kami.
Setelah memberi intruksi kepada Pak Jhonatan, Pak Didin pun meninggalkan ruangan. Pak Jho pun memulai perkuliahan dengan perkenalan antara dosen dan mahasiswa.
“salam kenal, saya Jhonatan anggara, saya di beri tugas untuk menggantikan Pak Didin mengajar mata kuliah ini. Jika ada yang ingin bertanya saya persilahkan” ujarnya ramah.
“Pak Jho lulusan dari mana?” Adil memulai pertanyaan.
“Saya lulusan dari University of South Australia, dengan bidang study Psychological Science.”
“wah hebat,” celetuk wina “itu dapat beasiswa atau regular pak?” tambahnya.
“Alhamdulillah, itu semua saya dapat dari beasiswa.” Jawabnya.
Kelas semakin ramai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke Pak Jho, tapi Cuma aku yang terdiam tanpa sedikitpun bertanya. ‘Ya ampun, ternyata yang ku tabrak tadi dosen penggati? OMG..!! gimana nih, jadi malu aku’. Aku terus bergumam merasa bersalah plus malu. Tapi kayaknya dia lupa sama kejadian tadi pagi, malah dia tersenyum ketika pandangan mata kami beradu. Syukur deh batinku.
“Pak, kening bapak kenapa? Kok seperti habis jatuh gitu?” celetuk siska yang duduk di barisan depan. ‘Oups,’
“Oh, tidak apa-apa, tadi saya terantuk ketika ingin membuka lemari. Jadinya memar seperti ini.” Jawabnya. Ya ampun, aku kira bapak itu akan menceritaka kejadian yang menimpanya tadi pagi plus sekalian mempermalukan aku yang ceroboh ini. Tapi ternyata semua pikiranku salah. ‘thanks pak’ batinku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar